Kesedihan Tak Berkesudahan (Bagian 2)
Aku lebih banyak menangis. Skala keseringannya lebih banyak daripada waktu itu. Apa aku di ambang kata darurat? Aku tak paham. Apa aku butuh pertolongan? Aku tak paham. Yang aku paham, rasa ini sudah menjalar sepanjang 5 tahun seharusnya 6 tahun, tapi dipotong 1 tahun pertama kuliah dan tinggal di asrama karena itu adalah masa paling bahagia dalam hidupku. Kesedihan ini tak berkesudahan. Akarnya masih sama, namun saat ini ditumbuhi tunas-tunas kecil semacam pasangan, akademik, realita sosial, dan kegagalan. Indonesia sudah gelap, Aku lebih gelap. Kegelapan yang menyelimutiku tak kunjung-kunjung pergi walau sudah kucoba usir dengan berbagai cara. Akupun lelah. Mencoba tenggelam saja di dalamnya. Sekarang aku sudah bisa menerima ketenggalaman. Aku sudah berhenti belajar cara berenang. Persetan kehidupan. Toh, sebentar lagi berakhir, untukku. Satu-satunya hal yang masih bisa membuatku tetap waras dan bahagia mungkin hanya isi kepalaku dan cerita yang kubuat, yang hidup terus-menerus didal...